Oleh: Dani Watori )*

Aksi kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang juga dikenal sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), telah menjadi ancaman yang semakin meresahkan bagi masyarakat Papua. Dalam beberapa tahun terakhir, ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh kelompok ini semakin menambah beban ketidakpastian dan ketakutan yang dialami oleh penduduk setempat. Kegiatan mereka, yang sering kali melibatkan kekerasan brutal, telah menciptakan suasana tegang di banyak daerah, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi basis aktivitas mereka.

Terbaru, tindakan kekerasan tersebut kembali mencoreng keamanan dan ketentraman masyarakat dengan penembakan brutal yang menewaskan seorang warga sipil tak bersalah. Korban, Jamaluddin alias Dg Eppe (51), merupakan pemilik kios yang sehari-harinya berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya di kawasan Puncak Jaya, Papua. Dalam kehidupan sehari-harinya, Jamaluddin tidak lebih dari seorang pedagang kecil yang berharap dapat memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Namun, harapan tersebut pupus ketika kelompok bersenjata ini melakukan tindakan kejam yang merenggut nyawanya.

Insiden tragis tersebut terjadi di Kompleks Kuburan 7, Kampung Pagaleme, Distrik Pagaleme, Puncak Jaya. Kejadian ini mengguncang masyarakat setempat, terutama ketika kepolisian setempat menerima laporan dari keponakan korban yang bergegas melapor ke Polres Puncak Jaya tentang penembakan yang terjadi. Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo, mengungkapkan betapa mengerikannya kejadian tersebut, menekankan bahwa tindakan seperti ini tidak bisa dibiarkan dan harus mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang.

Sementara itu, Kapolres Puncak Jaya, AKBP Kuswara, menjelaskan dengan detail bagaimana kejadian tersebut berlangsung. Sebelum penembakan terjadi, dua orang terlihat berdiri di depan kios korban, seolah-olah memantau aktivitas di sana. Mereka meminta Jamaluddin untuk menutup kiosnya. Tak lama setelah itu, suara letusan senjata api menggema, mengagetkan semua orang di sekitar. Tiga kali bunyi tembakan mengarah langsung ke wajah korban. Situasi menjadi kacau, dan kepanikan melanda, terutama ketika anak korban segera menginformasikan insiden tersebut melalui grup WhatsApp keluarga, sedangkan istri korban berlari keluar kios untuk meminta pertolongan. Keluarga pun segera melapor ke pihak kepolisian, berharap tindakan cepat dapat menyelamatkan situasi.

Keberanian aparat keamanan untuk menangani kasus ini sangat diperlukan, dan setelah melakukan penyelidikan, mereka berhasil mengidentifikasi pelaku penembakan sebagai anggota OPM yang dipimpin oleh Teranus Enumbi. Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, menjelaskan lebih lanjut bahwa korban mengalami luka tembak yang parah. Dalam pernyataannya, Candra menegaskan bahwa tindakan OPM sebagai pelaku penembakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan tindakan keji yang harus dipertanggungjawabkan.

Kejadian tragis ini bukanlah sebuah insiden terpisah, tetapi merupakan bagian dari serangkaian tindakan kekerasan yang semakin memperburuk ketidakpastian yang dialami warga Papua. Selain mengancam keselamatan warga, aksi-aksi kekerasan ini juga berdampak negatif pada aktivitas ekonomi dan akses terhadap layanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan. Infrastruktur publik, yang sering kali menjadi sasaran serangan, membuat roda perekonomian di Papua sulit berputar. Pedagang dan petani menjadi takut untuk beraktivitas di area yang terancam, sehingga menciptakan ketidakstabilan sosial yang lebih luas dan mengakibatkan melambatnya ekonomi di wilayah tersebut.

Kegiatan belajar mengajar di beberapa wilayah terpaksa dihentikan sementara, karena tenaga pendidik enggan bertugas di daerah yang rawan konflik. Anak-anak Papua pun harus kehilangan kesempatan belajar, yang pada akhirnya menghambat perkembangan sumber daya manusia di sana.

Terkait konflik di Papua, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa aparat keamanan sudah bertindak sesuai tugas pokok dan fungsi mereka. Namun, Prabowo menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi untuk meredam konflik, sambil tetap menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat Papua. Ia menjelaskan bahwa pendekatan harus tetap berdasarkan hukum dan langkah-langkah yang lebih lembut serta halus perlu diutamakan. Penyelesaian politik yang damai diharapkan dapat mengakhiri lembaran konflik, mendorong mereka untuk meletakkan senjata, dan kembali ke masyarakat.

Presiden Prabowo juga menyoroti efektivitas soft approach dalam mengatasi konflik serupa di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa pendekatan ini telah berhasil mengakhiri konflik panjang di Aceh, membawa perdamaian yang bertahan hingga kini. Ia yakin bahwa kelompok-kelompok separatis yang ada hanya segelintir.

Meski demikian, Presiden Prabowo menegaskan bahwa upaya pendekatan damai tetap harus disertai langkah tegas untuk melindungi masyarakat sipil dari aksi-aksi teror. Masyarakat sipil, yang tidak bersenjata, harus dilindungi, dan pendekatan harus tetap manusiawi. Pemerintah terus menawarkan solusi agar kelompok bersenjata tersebut menghentikan kekerasan.

Dengan strategi ini, Presiden Prabowo berharap pemerintah bisa menciptakan keamanan dan kedamaian di Papua, memberikan ruang bagi masyarakat setempat untuk menjalani kehidupan dengan tenang, bebas dari ancaman konflik.

Dihadapkan pada situasi ini, masyarakat Papua hanya bisa berharap pada upaya pemerintah dan semua elemen terkait untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Perlindungan terhadap warga sipil serta penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan menjadi kebutuhan mendesak guna mengakhiri ketidakpastian yang melanda wilayah Papua, serta memberikan harapan bagi masa depan yang lebih damai dan sejahtera.

)* Mahasiswa Papua Tinggal di Surabaya