Oleh: Amelia Anita Wisman*)

Dalam konteks Pilkada serentak 2024, peran semua pihak sangat diperlukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Tidak bisa dipungkiri, semakin dekat dengan hari pemungutan suara, tensi politik kerap meningkat. Namun, situasi kondusif sangat penting agar proses demokrasi berjalan dengan baik dan lancar. Tanpa dukungan yang memadai, ancaman seperti politik uang, kampanye hitam, hoaks, serta gangguan keamanan lainnya dapat merusak kepercayaan publik terhadap hasil pemilihan.

Program Cooling System yang digagas di beberapa wilayah, seperti Kampar, Riau, dan Klungkung, Bali, menjadi salah satu contoh nyata langkah preventif yang diambil oleh aparat keamanan untuk menjaga stabilitas. Dalam hal ini, polisi tidak hanya bertugas menjaga keamanan fisik, tetapi juga memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang tidak benar. Kampanye hitam, hoaks, dan politik identitas menjadi ancaman nyata yang dapat memengaruhi pandangan masyarakat terhadap calon pemimpin yang mereka pilih.

Di era digital, penyebaran informasi yang cepat menjadi pedang bermata dua. Informasi yang benar dapat memobilisasi pemilih untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu. Namun, di sisi lain, informasi yang salah atau hoaks dapat menyebabkan disinformasi yang menyesatkan masyarakat. Program Cooling System yang diterapkan oleh aparat di wilayah Siak Hulu, Kampar, misalnya, berusaha mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum terverifikasi. Dengan begitu, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam menerima dan mengelola informasi yang beredar, terutama di media sosial.

Di Klungkung, Bali, patroli Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) yang dilakukan oleh kepolisian setempat juga menargetkan daerah-daerah strategis seperti pelabuhan, tempat ibadah, dan obyek wisata. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa situasi tetap aman dan kondusif, terutama di wilayah yang ramai dan berpotensi terjadi gangguan keamanan. Terkait hal itu, Kapolsek Dawan, AKP I Gede Budiarta, menegaskan pentingnya kehadiran aparat keamanan di tengah masyarakat selama masa kampanye hingga pemungutan suara.

Sementara itu, peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sangat penting dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih, terutama pemilih pemula. Di Kabupaten Sikka, NTT, KPU setempat aktif mengajak pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam Pilkada dengan menggunakan hak pilih mereka secara cerdas dan bijak. Pemilih pemula sering kali menjadi target kampanye hitam atau hoaks, sehingga edukasi kepada kelompok ini menjadi sangat penting. Selain itu, masyarakat umum juga diharapkan berperan aktif dalam melaporkan setiap pelanggaran yang terjadi selama proses Pilkada.

Masyarakat memiliki peran besar dalam menjaga keamanan selama Pilkada. Mereka bisa menjadi mitra aktif bagi aparat dengan melaporkan potensi pelanggaran atau ancaman keamanan. Pengawasan dari masyarakat, terutama melalui lembaga pemantau independen seperti LSM, juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa proses pemungutan suara berjalan sesuai dengan aturan. Dengan begitu, hasil Pilkada akan mencerminkan kehendak rakyat secara jujur dan adil.

Selain itu, aparat keamanan, baik kepolisian maupun TNI, harus tetap netral dalam melaksanakan tugasnya. Netralitas aparat keamanan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses Pilkada. Hal ini juga berlaku untuk aparatur sipil negara (ASN), yang diharapkan tidak berpihak pada salah satu calon atau partai politik. Netralitas ASN akan menjamin bahwa pemerintahan tetap berjalan baik tanpa adanya intervensi politik yang merugikan salah satu pihak.

Kapolda NTB Irjen Pol Umar Faroq, dalam Rapat Koordinasi Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) Pilkada NTB 2024, menekankan pentingnya sinergi antara institusi-institusi terkait seperti Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan. Sinergi ini dinilai sangat vital untuk memastikan proses Pilkada berlangsung secara jujur, adil, dan bebas dari berbagai bentuk pelanggaran.

Kerja sama lintas institusi ini menjadi kunci dalam menangani berbagai pelanggaran Pilkada, termasuk politik uang, kampanye hitam, serta potensi gangguan keamanan. Ketika semua pihak bergerak secara serempak dan selaras, tindak pelanggaran dapat lebih mudah dideteksi dan ditindak secara efektif. Hal ini menjadikan sinergi antar-institusi sebagai pilar penting dalam menciptakan Pilkada yang bersih dan mencerminkan kehendak rakyat.

Potensi ancaman seperti narkopolitik dan aliran dana gelap dari tim sukses juga menjadi perhatian khusus. Kapolda NTB menggarisbawahi perlunya pengawasan ketat terhadap sumber-sumber dana yang digunakan selama kampanye, karena potensi penyalahgunaan dana untuk kepentingan politik bisa merusak integritas Pilkada. Aparat keamanan harus bersikap proaktif dalam mengawasi dan menindak setiap ancaman keamanan yang muncul.

Kesuksesan Pilkada tidak hanya ditentukan oleh penyelenggara pemilu, tetapi juga oleh kontribusi dari seluruh elemen masyarakat. Sinergi antara aparat keamanan, penyelenggara pemilu, dan masyarakat menjadi sangat krusial. Semua pihak harus bersatu untuk melawan ancaman terhadap demokrasi, mulai dari politik uang hingga penyebaran hoaks.

Dengan adanya komitmen bersama dari seluruh pihak, Pilkada yang jujur, adil, dan demokratis bisa terwujud. Sinergi ini akan memastikan bahwa Pilkada serentak 2024 menjadi pesta demokrasi yang mencerminkan kehendak rakyat dan membawa pemimpin yang mampu memajukan daerah masing-masing. Hanya dengan bekerja sama, semua tantangan yang muncul dapat diatasi, dan Pilkada akan berjalan dengan aman dan kondusif.

*) Penulis merupakan pengamat politik dari Helios Independent Research Institute