Oleh : Charlie Agus Saputra )*

Pemuda memiliki peran krusial dalam mengubah dinamika politik identitas yang seringkali memecah belah masyarakat dalam Pilkada 2024. Politik identitas, yang sering dimanfaatkan untuk memperkuat polarisasi dan konflik, dapat dihadapi dengan langkah-langkah konstruktif dari generasi muda untuk mempromosikan persatuan dan keberagaman.

Politik identitas dapat menimbulkan perpecahan, sering kali mengarah pada polarisasi dan fragmentasi sosial. Dalam konteks Pilkada, hal ini dapat menutupi diskusi kebijakan yang substantif, mereduksi wacana politik hanya pada isu identitas dibandingkan mengatasi permasalahan sosio-ekonomi yang mendesak. Fenomena ini telah terlihat pada pemilihan-pemilihan di Indonesia sebelumnya, di mana para kandidat terkadang mengeksploitasi sentimen agama atau etnis untuk mendapatkan dukungan, sehingga mengakibatkan meningkatnya ketegangan dan perpecahan masyarakat.

Terkait hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan agar tidak ada lagi praktik politik identitas maupun politisasi agama pada setiap pemilihan wakil rakyat. Jokowi menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia harus semakin dewasa dengan memperkuat konsolidasi nasional supaya tidak ada lagi polarisasi di tengah masyarakat.

Peran pemuda dalam Pilkada kali ini menjanjikan perubahan pada tatanan politik dengan menolak politik identitas yang memecah-belah dan mendukung kampanye yang lebih inklusif dan berbasis isu.

Populasi generasi muda Indonesia, yang merupakan mayoritas pemilih, mempunyai potensi menjadi kekuatan yang kuat dalam membentuk masa depan negara ini. Berdasarkan hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 terdapat 204.807.222 pemilih yang terdiri dari 66.82 juta pemilih generasi milenial (kelahiran 1981-1996), 57.49 juta pemilih generasi X (kelahiran 1965-1980), 46.8 juta pemilih generasi Z (kelahiran 1997-2012), 28.13 juta pemilih baby boomer (kelahiran 1946-1964), dan 3.57 juta pemilih pre-boomer (kelahiran sebelum 1945).

Demografi ini ditandai dengan akses yang lebih besar terhadap pendidikan, meluasnya penggunaan media sosial, dan pandangan yang lebih global dibandingkan generasi sebelumnya. Atribut-atribut ini menjadikan generasi muda Indonesia sangat berpengaruh dalam mempromosikan nilai-nilai progresif dan menantang norma-norma politik yang sudah ketinggalan zaman.

Generasi muda Indonesia mempunyai posisi unik untuk melawan dampak negatif politik identitas. Keterlibatan mereka dalam proses politik, yang seringkali difasilitasi melalui platform digital, memungkinkan penyebaran beragam perspektif dan mendorong dialog politik yang lebih inklusif. Dengan menekankan isu-isu umum seperti pendidikan, ketenagakerjaan, kelestarian lingkungan, dan kemajuan teknologi, kaum muda dapat mengalihkan fokus dari perpecahan yang berbasis identitas.

Literasi digital generasi muda Indonesia juga dapat memainkan peran penting dalam kemampuan mereka memengaruhi wacana politik. Platform media sosial seperti Twitter (X), Instagram, dan TikTok populer di kalangan anak muda dan berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk keterlibatan dan mobilisasi politik. Melalui platform ini, kaum muda dapat berkampanye melawan kandidat yang mengandalkan politik identitas, menyoroti contoh-contoh retorika yang memecah belah, dan mempromosikan kandidat yang fokus pada kebijakan dan inklusivitas.

Media sosial juga memungkinkan penyebaran informasi dan pengorganisasian gerakan akar rumput (grassroots movement) dengan cepat. Inisiatif yang dipimpin oleh kaum muda dapat memanfaatkan kekuatan kampanye viral untuk mendidik rekan-rekan mereka tentang bahaya politik identitas dan pentingnya pemungutan suara berbasis isu. Aktivisme digital ini dapat menciptakan efek riak, menjangkau segmen masyarakat yang lebih luas dan mendorong para pemilih yang lebih terinformasi dan terlibat.

Institusi pendidikan dan organisasi pemuda memainkan peran penting dalam mendorong keterlibatan masyarakat dan kesadaran politik di kalangan generasi muda Indonesia. Program yang berfokus pada pemikiran kritis, literasi media, dan nilai-nilai demokrasi dapat membekali generasi muda dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menilai secara kritis pesan-pesan politik dan membuat keputusan yang tepat. Dengan menumbuhkan budaya kewarganegaraan aktif, inisiatif-inisiatif ini dapat membantu kaum muda menolak seruan sederhana yang berbasis identitas dan memilih pilihan politik yang lebih bernuansa dan terinformasi.

Selain itu, organisasi pemuda maupun mahasiswa juga dapat menyelenggarakan forum, debat, dan lokakarya yang mendorong partisipasi politik dan dialog. Platform-platform ini memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk berinteraksi langsung dengan kandidat politik, mempertanyakan kebijakan mereka, dan melakukan advokasi terhadap isu-isu yang penting bagi mereka. Interaksi seperti ini dapat memperjelas proses politik dan memberdayakan kaum muda untuk mengambil peran proaktif dalam membentuk komunitas dan bangsa mereka.

Meskipun kaum muda berada di garis depan dalam menolak politik identitas, upaya kolaboratif antar kelompok umur yang berbeda dapat memperkuat dampaknya. Dialog dan kerja sama antargenerasi dapat menjembatani kesenjangan dan menumbuhkan saling pengertian. Dengan bekerja sama dengan generasi yang lebih tua, generasi muda dapat membangun koalisi yang lebih luas yang mendukung politik inklusif dan menantang narasi yang memecah belah.

Generasi muda mempunyai peran penting dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh politik identitas. Melalui pelaksanaan dialog inklusif, terlibat dalam partisipasi politik, dan memanfaatkan platform digital guna mengedukasi masyarakat untuk menentang politik identitas, generasi muda Indonesia dapat membantu mengurangi potensi perpecahan dalam politik identitas. Dengan melakukan hal ini, mereka tidak hanya berkontribusi pada proses pemilihan wakil rakyat yang lebih inklusif dan demokratis, namun juga pada tujuan yang lebih luas yaitu persatuan dan kohesi nasional, yang mewujudkan semangat Pancasila dalam tindakan dan aspirasi mereka.

)* Mahasiswa Ilmu Politik di Bandung