Oleh: Naomi Leah Christine )*
Akademisi berharap agar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mampu menjadi ajang pendewasaan politik dan demokrasi bagi seluruh lapisan elemen masyarakat Indonesia.
Karena memang sangat penting bagi masyarakat untuk menyikapi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan sikap yang dewasa serta siap untuk menjunjung tinggi demokratisasi di negeri ini.
Pasalnya, memang bangsa Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut sistem pemerintahan secara demokrasi, yakni terdapat pemilihan langsung oleh rakyat kepada para calon pemimpin mereka, tidak terkecuali pada daerahnya masing-masing, yakni melalui ajang Pilkada.
Akan tetapi, di tengah jaman yang semakin maju seperti sekarang ini, yakni informasi, komunikasi dan teknologi semakin di depan, maka menjadikan hampir setiap sektor di kehidupan menjadi serba digital.
Termasuk pula, dalam demokrasi, yang mana kini terdapat sebuah istilah ‘demokrasi digital’ yang sangat identik dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk proses politik, tidak menutup kemungkinan juga terjadi mobilisasi politik, strategi kampanye, polarisasi opini publik dan sebagainya.
Dengan ketersediaan akses yang sangat luas dan mudah bagi siapapun tersebut, menjadikan seluruh masyarakat juga, baik mereka sadar atau tidak, masuk ke dalam situasi yang sangat politis sehingga banyak bermunculan ruang publik secara virtual untuk menunjukkan eksistensi mereka dalam merepresentasikan kehendaknya termasuk dukungan atau kecondongan politik.
Dengan demikian, maka sangat tinggi pula potensi akan terjadinya disrupsi demokrasi. Karena melalui dunia digital atau media sosial, banyak pesan politik terdistribusi mesi tanpa kehadiran pelaku politik secara langsung.
Maka dari itu, kedewasaan dalam berpolitik menjadi sangat penting bagi masyarakat untuk menyikapi adanya kontestasi serta ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang. Terlebih, beberapa waktu lalu sebenarnya masyarakat juga telah berhadapan dengan adanya kontestasi berskala nasional dalam Pemilu Pilpres 2024.
Sebenarnya mungkin beberapa dari masyarakat sendiri sudah tidak asing dengan bagaimana kemunculan brbagai praktik fitnah, ujaran kebencian, hoaks serta politik identitas, terlebih di ruang digital yang semakin mumupuk benih akan polarisasi terjadi.
Jelas sekali apabila dengan adanya situasi tersebut namun masyarakat tidak mampu dewasa dalam menyikapinya, maka akan semakin merusak citra demokrasi negeri ini. Karena sejatinya dewasa dalam berpolitik adalah terjadi keserasian antara kematangan bertindak dan berpikir, attinya segala tindakan serta pikiran tidak sampai mengantarkan ke hal yang bersifat amoral atau melenceng dari nilai demokrasi.
Terkait hal tersebut, Dosen Tetap Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan, Anang Puji Utama sangat optimis bahwa dengan pelaksanaan Pilkasa serentak yang akan berlangsung pada sebanyak 548 daerah, yang terdiri dari sebanyak 415 kabupaten dan 98 kota serta 37 provinsi di seluruh Indonesia, maka mampu membawa dampak positif.
Dampak positif dari pelaksanaan Pilkada serentak 2024 adalah akan terjadi integrasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan baik dari pusat ataupun daerah di Indonesia sehingga proses eksekusinya akan lebih optimal.
Bukan hanya itu, Pilkada serentak 2024 juga memiliki arti yang sangat penting bagi pembelajaran demokrasi negeri ini, termasuk pula bagi parat penegak hukum dan keamanan serta pemerintah harus terus secara maksimal melaksanakan pesta demokrasi yang aman, damai dan berkualitas.
Upaya mewujudkan pesta demokrasi yang aman dan damai tersebut, salah satunya adalah mengantisipasi persoalan keamanan nasional, utamanya yang berhubungan dengan Pilkada serentak, yakni adanya kemungkinan atau potensi konflik sosial di masyarakat.
Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo mengatakan masyarakat harus bersiap dalam melangsungkan Pilkada serentak 2024 mendatang, termasuk seluruh partai politik (parpol) agar dapat terus menjaga persatuan dan kesatuan serta tidak membentuk polarisasi di tengah warga.
Masyarakat mampu berkaca dari bagaimana banyaknya pengalaman Pemilu yang pernah berlangsung di Indonesia sebelumnya, yang mana dalam kontestasi politik biasanya selalu terjadi potensi pemilu eskalasi ketegangan politik, serta sangat rentan adanya konflik horizontal.
Tidak hanya kepada masyarakat saja, namun seluruh peserta dalam Pilkada termasuk partai politik hendaknya mampu terus mengedepankan kesantunan dalam berpolitik, serta mampu menbuang jauh-jauh dikotomi politik yang semakin menyebabkan perpecahan serta kutub-kutub berseberangan.
Semua elemen masyarakat hendaknya mampu menjadikan ajang Pilkada mendatang sebagai bagian yang sangat penting dari proses pendewasaan politik dan proses pematangan demokrasi di Indonesia.
Jangan sampai terjadi politik identitas yang semakin membentuk polarisasi di tengah masyarakat dengan membawa isu agama, suku, ras yang jelas sangat mencederai citra demokrasi bangsa ini.
Kebersamaan, persatuan dan kesatuan bangsa harus terus menjadi prioritas utama setiap pihak agar pelaksanaan setiap proses politik termasuk Pilkada serentaj 2024 mendatang menjadi ajang pendewasaan politik dan demokrasi di Indonesia.
)* Analis pada Lembaga Media Inti Nesia