oleh: Zahid Umar*

Radikalisme telah menjadi tantangan serius dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Di tengah perubahan zaman dan kompleksitas isu global, peran tokoh agama menjadi semakin penting dalam menangkal arus radikalisme yang merongrong kedamaian dan harmoni sosial. Mereka, dengan pengetahuan agama dan pengaruh spiritual mereka, mampu menjadi pilar kekuatan dalam memerangi ekstremisme dan mempromosikan pesan perdamaian serta toleransi.

Tokoh agama memiliki tanggung jawab untuk mengkaji ulang ajaran agama dalam konteks zaman yang terus berubah, seperti halnya membantu dalam memahami bagaimana radikalisme dapat berkembang di media sosial. Mereka menafsirkan ajaran agama dengan mempertimbangkan nilai-nilai universal seperti kedamaian, keadilan, dan kasih sayang, sambil tetap mempertahankan integritas ajaran agama itu sendiri. Dengan demikian, mereka dapat menunjukkan bahwa ajaran agama tidak mendukung ekstremisme atau kekerasan, melainkan mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang mendorong kerjasama dan harmoni sosial.

Melalui serangkaian ceramah, pengajaran, dan pembinaan, tokoh agama dapat mengajak umatnya untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Mereka juga dapat mengingatkan umatnya untuk tidak mudah terprovokasi oleh konten negatif dan radikal yang tersebar di dunia maya. Selain itu, dengan mempromosikan dialog antarumat beragama dan kerjasama lintasagama, mereka membantu mengurangi ketegangan antar kelompok dan mendorong pemahaman yang lebih baik antara umat beragama yang berbeda. Inisiatif seperti forum dialog lintasagama, kegiatan amal bersama, dan proyek kolaboratif antaragama menjadi sarana yang efektif untuk memperkuat kerukunan dan solidaritas antarumat beragama.

Salah satu langkah proaktif dalam mencegah penyebaran radikalisme ditunjukkan oleh Tim Dai dan Pendeta dari Polri Satuan Tugas (Satgas) Operasi Madago Raya di Polda Sulteng Tengah untuk menjaga stabilitas sosial dan keamanan di wilayah Parigi Moutong. Dalam serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencegah masuknya radikalisme dan intoleransi tersebut, tokoh masyarakat diundang untuk berpartisipasi dalam upaya ini.

Adapun Tim Dai Polri Polres Parimo menggelar silaturahmi dengan tokoh masyarakat di Kelurahan Kamapal, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parimo. Sementara itu, Pendeta Polres Poso menyambangi tokoh agama Kristen di GSKT Dusun Kampompa, Kelurahan Madale, Kecamatan Poso Kota Utara, Kabupaten Poso.

Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengajak masyarakat agar saling menghormati dan menjaga toleransi antar umat beragama. Selain itu, mereka juga menekankan pentingnya untuk tidak mudah terpengaruh oleh paham radikal yang dapat merusak kerukunan dan stabilitas sosial.

Kasubsatgas Humas Operasi Madago Raya, AKP Basirun Laele, menjelaskan bahwa kerjasama antara tim Dai Polri Polres Parigi Moutong dan Pendeta Kamtibmas Polres Poso Satgas Operasi Madago Raya menjadi tonggak penting. Silaturahmi dengan tokoh masyarakat menjadi salah satu upaya dalam menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) agar tetap kondusif, sekaligus mencegah paham radikalisme serta intoleransi di wilayah Sulawesi Tengah.

Pengamat Intelijen, Stanislaus Riyanta juga menegaskan bahwa paham radikal seringkali berkedok agama dan menipu masyarakat. Sehingga, pencegahan radikalisme harus melibatkan tokoh agama karena mereka memiliki pengaruh kuat dalam mengedukasi masyarakat tentang ajaran agama yang benar dan menjauhkan mereka dari pemahaman sesat yang mengatasnamakan agama.

Namun demikian, selain melakukan kegiatan cegah radikalisme dengan terjun langsung ke masyarakat, peningkatan literasi digital juga sangat penting dalam pengendalian radikalisme yang lebih maksimal, sebab peningkatan literasi digital menjadi salah satu kunci utama dalam upaya pencegahan radikalisme, khususnya di media sosial.

Perlu diketahui bersama bahwa media sosial telah menjadi ladang subur bagi penyebaran radikalisme dan informasi yang salah. Masyarakat perlu dilengkapi dengan pengetahuan tentang cara memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya lebih jauh. Maka dari itu, peran tokoh agama sebagai pemimpin spiritual menjadi semakin luas, yakni harus mengedukasi umatnya tentang pentingnya memilah informasi yang sahih dari yang tidak.

Tentu saja di tengah tantangan ini, peran tokoh agama dalam memerangi radikalisme menjadi semakin kompleks. Dengan kearifan dan otoritas moral mereka, tokoh agama memiliki potensi besar untuk membimbing masyarakat dalam menyaring informasi, memahami konsekuensi dari penyebaran informasi palsu, dan menegakkan nilai-nilai kebenaran serta perdamaian.

Lebih jauh lagi, pendidikan juga memegang peran penting dalam upaya pencegahan radikalisme. Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya perlu memasukkan pelajaran tentang literasi digital dan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab ke dalam kurikulum mereka. Dengan demikian, generasi muda akan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan radikalisme di era digital ini. Salah satunya dengan melakukan deteksi dini penyebaran radikalisme. Masyarakat harus paham betul tentang ciri-ciri radikalisme dan cara melaporkannya kepada pihak berwajib.

Dengan sinergi antara tokoh agama, pemerintah, lembaga legislatif, dan lembaga pendidikan, serta dukungan penuh dari masyarakat, kita dapat membangun lingkungan digital yang lebih aman dan beradab. Saatnya bagi kita semua untuk bersatu dalam upaya mencegah penyebaran radikalisme di media sosial dan menjaga ranah digital sebagai wadah yang positif untuk berbagi informasi dan memperkuat jaringan sosial yang harmonis.*Penulis adalah pakar sosiologi agama