Jakarta – Bulan suci Ramadan seharusnya menjadi momen memperkuat nilai-nilai kedamaian dan toleransi di tengah masyarakat. Namun, tantangan seperti penyebaran ajaran menyimpang dan aksi intoleransi masih menjadi perhatian. Sejumlah pihak pun menyerukan pentingnya menjaga kesucian Ramadan dengan menolak radikalisme dan terorisme.

Komandan Kodim 0304/Agam, Letkol Arm Bayu Ardhitya Nugroho, S.H., M.Han., mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap ajaran yang menyimpang, terutama yang menyesatkan pemahaman tentang jihad.

“Hindari ajaran yang menyimpang. Cegah radikalisme dan terorisme serta pemahaman jihad yang keliru. Ramadan harus menjadi momentum untuk menanamkan Islam yang damai dalam kehidupan,” ujar Bayu.

Ajakan ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran paham radikal yang kerap memanfaatkan momen keagamaan untuk menyebarluaskan ideologi kekerasan. Pemahaman Islam yang rahmatan lil ‘alamin harus terus ditanamkan agar masyarakat terhindar dari paham ekstremisme.

Selain itu, tindakan sweeping yang dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat (Ormas) juga mendapat kritik. Ketua Prabu Foundation, Asep Muhargono, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak mencerminkan perilaku santri dan warga pesantren.

“Tindakan ini sama sekali tidak mencerminkan perilaku santri dan warga pesantren. Justru lebih dekat dengan pola kelompok radikal, intoleran, bahkan mirip aksi terorisme yang menebar ketakutan di tengah masyarakat,” ujar Asep Muhargono.

Asep, yang juga merupakan mantan Mudir Am Laznah, menegaskan bahwa perilaku intoleran tidak sejalan dengan semangat Ramadan. Dirinya mendorong pendekatan yang lebih persuasif dan edukatif dalam menegakkan norma-norma agama tanpa mengedepankan kekerasan dan ancaman.

Senada, Pembina Yayasan Jelai Kasih Indonesia, Timotius Tanu Tama, mengungkapkan bahwa kerukunan harus terus diupayakan agar masyarakat dapat saling menghargai.

“Dengan rukun, kita bisa saling menghargai. Oleh sebab itu, kerukunan harus diupayakan,” katanya saat menghadiri buka puasa bersama yang turut mengundang mantan narapidana terorisme (napiter).

Sementara itu, Ketua Yayasan Persadani, Sri Pujimulyo Siswanto, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari upaya menanamkan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan.

“Kami tunjukkan bahwa kegiatan ini bersama Jelai Kasih Indonesia akan disosialisasikan dengan mantan napiter. Kami ingin menunjukkan bentuk toleransi dan kebersamaan dengan mantan napiter yang baru bebas,” ujarnya.

Dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam menangkal radikalisme dan terorisme semakin diperkuat dengan adanya sinergi antara aparat keamanan, lembaga sosial, dan tokoh masyarakat. Pemerintah terus mengedepankan strategi deradikalisasi yang tidak hanya menindak tegas pelaku terorisme, tetapi juga membangun kesadaran kolektif agar paham radikal tidak berkembang di tengah masyarakat.