Oleh : Astika Ayu)*

Air adalah sumber kehidupan yang tak ternilai bagi planet kita. Sebagai zat yang menyokong keberlangsungan segala bentuk kehidupan, air memainkan peran sentral dalam ekosistem bumi. Namun, tantangan terhadap ketersediaan air yang bersih dan berkelanjutan semakin mendesak, mendorong kebutuhan akan konsensus politik yang kuat untuk menjaga sumber daya air dunia.

Krisis air telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan peningkatan konsumsi air yang tidak seimbang, polusi air, perubahan iklim, dan kerusakan ekosistem air yang mempengaruhi keberlanjutan sumber daya air kita.

World Water Forum (WWF) atau Forum Air Sedunia ke-10 yang tengah diadakan di Bali merupakan upaya kolaborasi tangguh mengatasi tantangan perubahan iklim dapat memperkuat konsensus politik di tingkat lokal, nasional, dan internasional di tengah ketidakpastian kondisi iklim di seluruh dunia.

Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) optimistis event WWF ke-10, yang berlangsung di Bali pada 18-25 Mei 2024 mampu melahirkan konsensus politik di antara kepala negara peserta untuk mengatasi tantangan krisis iklim bersama secara konkret.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan berdasarkan hasil dari banyak analisa lembaga iklim dunia, kondisi iklim dan cuaca saat ini terus mengalami ketidakpastian salah satunya diakibatkan belum terkendalinya pembuangan gas rumah kaca CO2 di atmosfer.

Kondisi ketidakpastian tersebut mengakibatkan timbulnya cuaca ekstrem; baik kekeringan maupun hujan di atas kenormalan rata-rata yang dampaknya tidak hanya membuka peluang timbulnya degradasi sosial-kesehatan masyarakat tetapi juga mempengaruhi kondisi finansial atau ekonomi suatu negara.

Salah satu substansi penting WWF di Bali nanti karena sebagian besar negara di dunia sudah merasakan dampak dari tantangan perubahan iklim ini yang artinya ketersediaan air harus dijaga demi kepentingan bersama

Ia menyatakan, forum tersebut telah melahirkan konsensus politik dari para kepala negara atau lembaga otoritas yang mewakili 30-an negara peserta yang bersifat mengikat atau harus dilaksanakan demi mengatasi potensi krisis iklim tadi.

Dwikorita menilai konsensus yang mengikat itu adalah poin terpenting yang akan dihasilkan WWF Ke-10, karena artinya kepala negara-negara peserta sepakat untuk mengeksekusi segenap rencana aksi yang sudah disusun secara saintifik berbasis ekosistem dan peristiwa alam oleh negara masing-masing.

Adapun rencana aksi nyata tersebut menyangkut mitigasi perubahan iklim dan menghapus kesenjangan antara tantangan dan kapasitas masing-masing negara dalam hal pengelolaan sumber daya air, iklim, pangan, energi, dan kesehatan.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI), Lalu Ahmad Zaini, S.Si., M.T. yang turut hadir pada kesempatan tersebut menyampaikan upaya dan rekomendasi strategi peningkatan sustainabilitas ketersediaan air minum. Ia menyampaikan bahwa air minum menjadi urusan pokok, urusan kita bersama, tapi sangat disayangkan dikarenakan tidak terlalu menarik di hadapan negara dan para politisi sehingga pelayanan air minum dan sanitasi makin rendah bahkan di Asia Tenggara menjadi yang paling rendah.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan Ketua Umum PERPAMSI adalah pembentukan badan regulator pelayanan air minum dan sanitasi, penetapan kebijakan pengalokasian minimal 2% APBN dan APBD untuk sektor air minum, dibentuknya UU khusus air minum dan sanitasi, restrukturisasi pelembagaan PAM dengan pendekatan DAS, meningkatkan peran swasta dalam pendanaan air minum dan sanitasi, serta deregulasi sektor air minum dan sanitasi yang saat ini diatur dalam PP No. 5 Tahun 2012, PP No. 54 Tahun 2017, dan UU No. 17 Tahun 2019.

Air adalah aset yang sangat berharga bagi kehidupan kita dan masa depan planet ini. Untuk memastikan ketersediaan air yang bersih dan berkelanjutan bagi semua, diperlukan konsensus politik yang kuat di semua tingkatan. Dengan kolaborasi, partisipasi publik, dan tindakan konkret, kita dapat mengatasi tantangan air global dan mewujudkan visi keberlanjutan bagi generasi mendatang.

Sebagai informasi, World Water Forum Ke-10 memiliki tema “Water for Shared Prosperity” yang diterjemahkan ke dalam enam subtema yang dibahas, di antaranya water for human and nature, water security and prosperity, disaster risk reduction and management, governance cooperation and hydro diplomacy, sustainable water finance, dan knowledge and innovation.

Dalam forum tersebut, Indonesia nantinya membuka ruang diskusi antarpemangku kepentingan yang berasal dari sejumlah kawasan yakni Mediterania, Asia Pasifik, Amerika, dan Afrika bersama negara-negara anggota World Water Council mencari berbagai mekanisme dan pendekatan untuk menyelesaikan isu yang berkaitan dengan air.

Ruang diskusi antarpemangku kepentingan mulai dari kepala negara, anggota parlemen, pejabat setingkat menteri, pemerintah daerah, hingga otoritas wilayah sungai akan secara spesifik membahas permasalahan air yang erat kaitannya dengan politik, regional/kawasan dan tematik.

)* Penulis merupakan pemerhati kebijakan publik