Oleh: Dewi Rahmawati*
Kebijakan penghapusan utang macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 adalah langkah nyata pemerintah untuk memberikan dukungan yang substansial bagi sektor ini. Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan bahwa pelaku usaha kecil yang tergolong wong cilik dan mengalami kesulitan dalam membayar utang akan mendapatkan keringanan melalui penghapusan utang macet. Kebijakan ini bukan hanya sebuah simbol dari kepedulian negara terhadap pelaku UMKM tetapi juga sebuah dorongan yang signifikan bagi ketahanan pangan serta pemulihan ekonomi nasional.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa keputusan ini lahir dari masukan banyak pihak, terutama dari kelompok petani dan nelayan. Kelompok-kelompok ini kerap kali menghadapi tantangan yang berat dalam menjalankan usaha mereka, mulai dari kondisi cuaca yang tidak menentu hingga fluktuasi harga hasil panen. Ketergantungan mereka pada kredit untuk membiayai kegiatan usaha sehari-hari kerap kali berujung pada utang yang sulit terbayarkan. Dalam konteks ini, kebijakan penghapusan utang macet adalah bentuk nyata dari kehadiran negara untuk menopang para petani dan nelayan.
Tidak hanya memberikan ruang untuk bangkit kembali, kebijakan ini juga menghadirkan kepastian hukum bagi perbankan nasional, khususnya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang menjadi tulang punggung penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan bahwa PP 47/2024 memberikan dasar hukum yang kuat bagi bank-bank BUMN untuk mendukung penghapusan utang macet ini. Dengan landasan yang kokoh, bank-bank tersebut dapat lebih leluasa untuk menghapus utang macet UMKM yang memenuhi kriteria tertentu tanpa harus takut dianggap merugikan negara.
Pemberlakuan PP ini diharapkan dapat mengembalikan kesehatan keuangan UMKM yang terdampak, sehingga mereka memiliki peluang untuk mengakses pinjaman baru, memulai usaha kembali, dan berkontribusi pada perekonomian nasional. Menurut data, terdapat sekitar 1 juta UMKM yang masuk dalam daftar penghapusbukuan bank dengan nilai rata-rata utang mencapai Rp500 juta untuk badan usaha dan Rp300 juta untuk individu. Dengan utang yang dihapus, UMKM tersebut dapat mengakses modal baru dan melanjutkan usaha mereka tanpa beban keuangan yang memberatkan.
Dari sisi pemerintahan, dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari Komite IV DPR yang diketuai oleh Ahmad Nawardi. Menurutnya, kebijakan pemutihan utang ini tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi tetapi juga membantu masyarakat menghindari pinjaman online dan rentenir. Hal ini penting karena sistem layanan informasi keuangan atau SLIK yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seringkali menghambat akses kredit bagi mereka yang memiliki riwayat utang macet. Oleh karena itu, penghapusan utang ini akan memberikan peluang bagi petani, nelayan, dan UMKM untuk mengajukan pinjaman baru dengan lebih mudah.
Kebijakan ini juga bertujuan untuk memperkuat ekonomi daerah karena sebagian besar petani dan nelayan berada di wilayah yang bergantung pada sektor ini sebagai pilar ekonomi lokal. Dengan penghapusan utang, daya beli masyarakat di daerah akan meningkat, mendorong pertumbuhan ekonomi setempat, serta mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga yang bisa membebani secara finansial. Dukungan ini akan mengurangi eksodus tenaga kerja di sektor pertanian dan perikanan karena sektor ini akan semakin menarik bagi generasi muda.
Selain manfaat ekonomi, kebijakan penghapusan utang UMKM ini memiliki dimensi sosial yang luas. Sebagai sektor yang kerap kali terpinggirkan, UMKM sering menghadapi tekanan dari pihak lain ketika usaha mereka tidak berjalan lancar. Dengan kebijakan ini, pemerintah memberikan jaminan kepada para pelaku UMKM bahwa mereka tidak akan dibiarkan berjalan sendiri dalam menghadapi tantangan ekonomi. Bagi Ketua Komite IV DPR Ahmad Nawardi, penghapusan utang bagi petani dan nelayan adalah wujud dari keadilan ekonomi, yang memungkinkan mereka fokus meningkatkan produktivitas tanpa harus terbebani oleh utang.
Dalam implementasinya, penghapusan utang ini juga memiliki batasan tertentu untuk memastikan tepat sasaran. Seperti yang dijelaskan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman, hanya UMKM yang berada di sektor pertanian, perikanan, kelautan, dan industri kreatif tertentu yang bisa mendapatkan fasilitas ini. Dengan kriteria tersebut, kebijakan ini hanya berlaku bagi UMKM yang sudah masuk dalam daftar penghapusbukuan bank sehingga tidak semua pelaku UMKM dapat menerima manfaat ini.
Penghapusan utang yang dilakukan berdasarkan PP 47/2024 ini memberikan harapan bagi pelaku UMKM untuk kembali bangkit. Selain itu, langkah ini juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan struktural di sektor-sektor utama ketahanan pangan. Kebijakan ini menjadi bukti bahwa pemerintah hadir dan berpihak pada mereka yang selama ini terjebak dalam kesulitan ekonomi, memberikan dorongan agar mereka bisa berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia.
Dengan adanya PP ini, diharapkan seluruh pihak, baik pelaku UMKM maupun lembaga keuangan, bisa memahami dengan baik ketentuan dan prosedur yang berlaku. Sosialisasi yang baik kepada masyarakat akan mencegah kesalahpahaman terkait kebijakan ini dan memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar berhak yang akan memperoleh manfaat dari kebijakan penghapusan utang. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, harapannya, pelaku UMKM di seluruh Indonesia akan semakin produktif dan mampu memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, menjadikan kebijakan ini sebagai tonggak penting dalam pemberdayaan ekonomi rakyat.
*Penulis merupakan pelaku UMKM