Pemerintah terus mengupayakan beragam cara, termasuk kebijakan fiskal demi menjaga nilai tukar rupiah. Kebijakan fiskal dari Pemerintah Republik Indonesia (RI) sudah sangat tepat, khususnya dalam rangka untuk mengembalikan nilai tukar Rupiah agar kembali kuat dan berada pada kondisi yang stabil. Ketepatan kebijakan fiskal tersebut, tentunya sangat penting, karena mengupayakan nilai tukar Rupiah tetap menguat meski saat ini dunia sedang mengalami dinamika dan ketidakpastian.
Di tengah dunia serta negara lain, bahkan termasuk negara maju saja mengalami guncangan akan dinamika yang terjadi, namun nyatanya di Indonesia nilai tukar Rupiah tetap baik dan bahkan terus mengalami penguatan akibat kebijakan fiskal Pemerintah RI.
Meski belakangan ini nilai tukar (kurs) Rupiah terus mengalami penguatan, akan tetapi tentunya pemerintah jangan sampai lengah akan hal tersebut. untuk bisa menjaga stabilitas kurs ke depannya, maka harus ada intervensi pasar hingga instrumen kebijakan melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Dengan adanya penguatan nilai tukar Rupiah tersebut, maka mampu berdampak pada terjadinya penurunan biaya produksi terhadap industri yang komponen impornya dominan. Sehingga jelas sangat menguntungkan masyarakat.
Sementara itu, Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), K.H. Ma’ruf Amin mengungkapkan bahwa pemerintah memang terus berupaya agar bagaimana caranya perekonomian nasional semakin terus menguat, khususnya dalam menghadapi adanya krisis global yang tengah terjadi saat ini. Tidak tanggung-tanggung, bahkan dalam rangka untuk menguatkan perekonomian Indonesia, pemerintah telah memiliki rangkaian langkah dan strategi untuk penguatan nilai tukar Rupiah, salah satunya yakni dengan melakukan intervensi dari bank sentral.
Oleh karena adanya kebijakan yang sangat tepat tersebut, kini menjadikan nilai tukar Rupiah telah membaik, bahkan mencatatkan angka lebih baik daripada beberapa negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Senada, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menilai bahwa terjadinya penguatan kembali akan nilai tukar Rupiah tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, kondisi fundamental makroekonomi nasional masih terus berada dalam kondisi yang baik.
Karena adanya kondisi fundamental atau makroekonomi yang sangat kuat dan baik tersebut, maka menjadikan nilai tukar (kurs) Rupiah pun semakin menguat, meski nyatanya sampai saat ini tidak sedikit dari negara lain di dunia mengalami guncangan akibat kondisi yang sedang tidak baik-baik saja.
Sejauh ini, pemerintah juga terus mewaspadai serta mengantisipasi supaya dampak negatif dari kondisi global yang sedang terguncang dan mengalami dinamika itu jangan sampai masuk ke dalam negeri.
Berkaitan dengan upaya untuk mewaspadai dan mengantisipasi agar dinamika global tidak sampai Indonesia rasakan, maka sangat penting adanya kolaborasi dan kerja sama antar pihak termasuk juga Bank Indonesia (BI), Pemerintah dan sektor swasta.
Lantaran, apabila suatu permasalahan secara bersama-sama dan bergandengan tangan dihadapi, maka bukan tidak mungkin bangsa ini akan menjadi sangat kuat dan mampu tahan akan segala macam badai yang terjadi.
Kerja sama yang baik antar pihak tersebut memang hal yang sangat RI perlukan guna untuk terus menjaga optimisme pasar dan memastikan bahwa ekonomi nasional tetap bisa bertahan dan berkembang meski berada di bawah tekanan global.
Secara fundamental, ekonomi nasional memang sangat kuat, sehingga hal tersebut mampu mendorong terus penguatan akan nilai tukar (kurs) Rupiah. Di sini, hal yang sangat penting adalah seluruh pihak harus terus menjunjung nilai gotong royong dan bersama-sama.
Terjadinya kenaikan dan penguatan akan nilai tukar Rupiah, menyusul bagaimana pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu RI), Sri Mulyani mengenai kebijakan fiskal yang pemerintah lakukan. Hal tersebut mampu menjawab seluruh kekhawatiran fiskal di Indonesia dan cukup menenangkan pasar valuta asing (Valas) serta Surat Berharga Negara (SBN).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan bahwa rupiah mengalami penguatan setelah pernyataan dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan juga Menkeu serta Tim Ekonomi dari Presiden Terpilih, yang mengindikasikan bahwa defisit fiskal dalam RAPBN 2025 ditargetkan berkisar pada angka 2,29 persen hingga 2,82 persen terhadap PDB.
Tentunya, pemerintah akan terus mempertimbangkan mengenai bagaimana kebijakan fiskal yang prudent atau bijaksana. Maka dari itu, Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto telah menyepakati dengan pemerintahan saat ini untuk mengalokasikan Rp 71 triliun untuk program prioritas makan bergizi gratis. Sehingga dengan demikian, mampu memastikan bahwa defisit fiskal tetap di bawah ambang batas 3 persen dari PDB. Pernyataan tersebut nyatanya mampu menenangkan pasar, utamanya pasar valas dan SBN yang cenderung sempat khawatir terkait belanja pemerintah yang ekspansif pada pemerintahan berikutnya.
Bagaimana kebijakan fiskal yang pemerintah lakukan sudah sangat tepat, yakni dengan penuh pertimbangan secara prudent atau bijaksana menjaga kondisi dalam pengalokasian dana untuk setiap programnya. Hal tersebut untuk mengembalikan nilai tukar (kurs) Rupiah supaya semakin mengalami penguatan.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara